Semua canda teman-temanku terdengar
bersautan di dalam kelas yang besar dan ber-AC
ini.Aku duduk di kelilingi teman–teman yang berpakaian putih biru,aku
begitu senang bisa bercanda gurau dengan mereka.
“kuk kuk keruuuuuk,“ aku terhentak kaget
mendengar suara ayam berkokok tersebut, aku berlari keluar dari rumah kardusku,ternyata
langit telah memerah dan para
pemulung sudah beraktifitas seperti biasa.Aku bergegas
berlari mengambil air bersih untuk aku
membersihkan diri,aku harus berjalan sejauh 2 KM untuk
bisa merasakan air bersih dan itu aku
lakukan setiap hari.
Rumah
kardusku berukuran 3 x 3 M,di dalamnya hanya ada selembar kardus tempatku untuk membaringkan diri dan
beberapa setel pakaian kumuhku
yang berserakan.Tak ada barang lain selain itu,bahkan aku tak
mempunyai perkakas untuk memasak setiap hari.
Rumahku terletak di bawah sebuah
jembatan layang di kota ini dan di kelilingi tumpukan–tumpukan sampah,tak ada
sumber air bersih di sekitar rumahku,hanya
sampah yang aku lihat setiap hari,bau menyengat sudah menjadi
makananku sehari–hari.
Tak ada yang menghiraukan
keberadaanku di sini,di kota sebesar ini aku hanya hidup sendiri menjalani
hidup.Dua tahun yang lalu aku masih
mempunyai keluarga,hingga suatu hari ayahku meninggalkanku bersama ibuku yang sakit–sakitan,semenjak
itu hidupku menjadi tambah menderita
karena aku harus mengurus ibuku
yang sedang sakit dan mencari makan untuk kita
berdua,aku harus menjadi tulang punggung keluarga.
Hingga suatu hari tubuh ibuku sangat
panas dan batuk–batuk darah,aku sangat panik dan membopongnya sampai ke rumah sakit.sesampainya
di sana ibuku mendapatkan pertolongan pertama di ruang UGD.Aku hanya bisa
menunggu di luar dengan hati yang masih cemas,tiba–tiba keluar seorang Suster dan menyodorkan
beberapa lembar kertas.
“Dik,ibu kamu harus segera di
operasi.“
Aku begitu kaget mendengar perkataan
suster itu.
“Sus,tapi saya tak punya uang untuk
operasi,“ kataku sangat berat.
Suster itu hanya diam,dan kelihatan
sangat sedih.
“Tolong saya sus,bantu ibu saya,” kataku padanya.
“Maaf dik,saya tidak bisa bantu
apa–apa,“ katanya sambil
memegang pundakku.
Aku
sangat terpukul dan dengan terpaksa aku membopong
ibuku keluar dari rumah sakit itu.Aku
tak bisa membendung air mataku yang mencoba
keluar dari mataku.Hatiku masih
tersayat–sayat oleh perkataan tadi.
Hari demi hari semakin berlalu,dan
sakit ibuku kini bertambah parah.Aku mencoba meminta pertolongan kepada
siapapun,tapi apa!tak ada satupun orang yang membantuku.Aku di anggap sebagai sampah,bahkan ada yang sampai mengusirku
dengan sangat kasar.
Tanggal 28 Oktober 2006
aku kehilangan ibuku,dan aku kini hidup sebatang kara di kota ini.Sejak saat
itu aku sangat membenci rumah sakit dan negara ini.Aku membenci semua orang.
Mengapa negara ini tak menghiraukan
nasib kami rakyat kecil,mana hati nurani
para dokter yang telah berikrar untuk menolong kami,mana
janji–janji yang telah di ucapkan pemimpin–pemimpin negara ini untuk mengubah hidup
kami menjadi lebih baik.Sampai saat ini kami masih sengsara dan kelaparan.
Sejak
saat itu aku mencari uang untuk makan sehari–hari,dari menjual suara,menjual
muka telah aku jalani,tapi apa!akhir–akhirnya aku hanya bisa di tangkap oleh
kantip.Apa salahku?aku hanya mencari makan untuk meneruskan hidupku,kenapa para
koruptor yang merampas hidup rakyat bisa hidup bebas berkeliaran kemana–mana.
Sebenarnya
aku ingin berdagang,tapi aku tak punya modal sedikitpun,bahkan jadi pedagang
asonganpun aku tak bisa.Aku tak ingin mencuri maupun mencopet,karena jika aku
melakukan hal itu aku tak ubahnya seperti para koruptor-koruptor di Negara ini
yang menjadikan hidup kami,rakyat–rakyat yang kurang mampu menjadi tambah
menderita, kehilangan segalanya dan kehilangan masa depan.
Suatu
hari aku berjalan–jalan mengelilingi kota ini untuk mencari pekerjaan yang bisa
aku lakukan,aku berjalan sangat lambat karena aku belum makan hampir empat
hari,bahkan di perjalanan aku tak sesekali hampir terjatuh karena tak berdaya
menahan tubuhku ini.Panasnya aspal
membakar telapak kakiku yang tak beralaskan apapun.Aku tak kuat berjalan lagi,tubuhku
terasa sangat berat,dan tak sadarkan diri tubuhku jatuh kebelakang.Aku terkejut
saat seseorang menangkap tubuhku,aku tak
mampu untuk membuka mata.Aku hanya bisa mendengar suaranya.
“Kamu
tak apa–apa?” suaranya lembut dan seperti suara laki–laki.
Dia
memberiku sebungkus makanan,kamudian aku di dudukkan di tepi sebuah jembatan dan
dengan cepat aku melahap makanan itu,sampai–sampai dia tertawa melihat
tingkahku.
“Pelan–pelan
saja,jangan terburu–buru,“ katanya sambil tertawa.
Aku
hanya bisa tersenyum kepadanya.
Setelah makan kami berbincang–bincang,ternyata nasib
kami tak jauh berbeda,dia juga sebatang kara di kota ini dia di tinggal kedua
orang tuanya 3 tahun yang lalu karena kelaparan.Sebagai seorang lelaki aku mengetahui betapa besar
penderitaan yang dia rasakan,tak jauh beda dengan penderitaanku saat ini,dia
tak mempunyai tempat tinggal,dia tidur di depan jejeran toko yang sudah
tutup.Aku memandangi seluruh tubuhnya,aku penasaran dengan plastik hitam yang
ada di tangan kirinya.
“Apa
itu yang ada di tanganmu?“ kataku sambil menunjuk plastik tersebut.
“Ini
pekerjaanku,“ jawabnya sambil menunjukkan isi plastik itu.
Aku
kaget melihat isi plastik tersebut,di dalamnya hanya ada tembakau dan beberapa
lembar kertas putih.Aku semakain penasaran,apa sebenarnya pekerjaannya?
“Itu
apa? kok hanya ada tembakau dan kertas?“ kataku dengan penasaran.
“Ini
rokok lintingan,“ katanya sangat pelan.
“Bukannya
ini illegal ya?“ kataku sambil memegang plastik itu.
Dia
hanya terdiam,dan tak merespon pertanyaaanku.Kita terdiam beberapa saat.Aku
mencoba memecah keheningan ini.
“Eh
lupa!namamu siapa?“ kataku sambil tersenyum.
“Namaku
Riko!namamu siapa?“ jawabnya sambil tersenyum.
“Aku
Yono!ayo ikut aku,“ jawabku sambil pergi meninggalkannya.
Aku
ingin menunjukkan padanya tempat tinggalku dan aku mengajaknya tinggal di
rumahku.Sejak hari itu kami tak merasa sendiri lagi,kami tak merasa kesepian
lagi,kami saling melengkapi dan berbagi informasi.Dan dia menawarkan kepadaku
suatu pekerjaan,dan tak salah lagi pekerjaan itu adalah menjual rokok
lintingan.Aku menerima tawarannya karena aku tak mempunyai pekerjaan untuk
menghidupiku.
Paginya kami pergi ke rumah om Toto untuk
mengambil tembakau,om Toto adalah yang
member kami pekerjaan,karena kami di pinjami tembakau untuk dijual dan
untungnya untuk kami makan.
Setiap hari kami harus berjalan berkilo–kilo untuk
menjual tembakau tersebut.Satu hari kami hanya mendapat uang 10–15 ribu,itu
hanya cukup untuk kami makan sehari–hari.
Sering
di perjalanan kami menjumpai anak–anak sekolah seusia kami,terkadang kami iri
dan hanya bisa menangis dalam hati.Kami ingin menjadi seperti mereka,kami ingin
bisa merasakan bagaimana rasanya sekolah.Tapi kami tak bisa berbuat banyak,yang
ada di fikiran kami hanyalah menjual tembakau–tembakau ini dan makan.
Meskipun
kami anak–anak jalanantapi kami masih punya semangat belajar tinggi,kami masih
mau belajar.Dengan buku–buku yang kami temukan di jalanan kami belajar.Di dalam
rumahku terdapat tumpukan buku yang telah kami pelajari,bukan hanya berhitung
yang kami kuasai kami juga sedikit menguasai bahasa.
Kami ingin pintar meskipun tak melalui bangku
sekolahan.Kami terkadang berfikir jika suatu saat pekerjaan kami ini di tutup
karena illegal,apa yang harus kami lakukan, bagaimana kami melanjutkan hidup
kami,hanya dengan tembakau–tembakau inilah kami makan dan dengan tembakau–tembakau
inilah kami hidup.
Meskipun
kami tak merasakan indahnya masa–masa sekolah,meskipun kami hanya penjual rokok
ilegal yang hidup di bawah jembatan,dan kami dianggap orang–orang yang terbuang
dan tak punya masa depan.Kami masih punya mimpi yang setiap malam kami lihat,dan
kami masih punya cita–cita yang ingin kami capai.
Mimpi
kami setiap malam adalah ingin merasakan bagaimana menjadi seorang yang
berpendidikan dan di hargai semua orang.Cita–cita kami adalah menjadi seorang
presiden,karena kami ingin menghapus semua tindak korupsi,membasmi semua kemiskinan
dan menyelamatkan anak–anak jalanan dan orang yang tak mampu seperti kami.
Meski
kami tahu itu semua sangat sulit terwujud,kami akan selalu berusaha dan tidak
akan menyerah sampai kapanpun,karena kami ingin Negara ini berubah menjadi
lebih baik.Kami ingin membangun masa depan untuk anak–anak seperti kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar